Menjelajahi Sumba: Saingan yang Setara dengan Bali?
Indonesia terus memperluas cakrawala pariwisatanya—dan satu destinasi mendapatkan perhatian penting: Sumba, yang sering dijuluki "Bali baru". Dengan keindahan alamnya yang alami, pantai-pantainya yang masih alami, dan tempat-tempat persembunyian mewah yang sedang berkembang, pulau ini telah memicu rasa ingin tahu global dan liputan media yang semakin luas.
Jadi bagaimana Sumba sebenarnya dibandingkan dengan Bali?, raksasa yang mapan di lanskap pariwisata dan investasi Asia Tenggara? Apakah Anda perlu mengalihkan perhatian dari perusahaan yang sudah terbukti performanya ke perusahaan yang sedang naik daun? Mari kita gali perbandingan mendetail yang mengungkap kekuatan dan peluang masing-masing.
1. Aksesibilitas: Keunggulan Struktural Bali
Koneksi Penerbangan
Bali terhubung langsung ke lebih dari 35 tujuan internasional, dengan penerbangan rutin dari Singapura, Dubai, Kuala Lumpur, Doha, Tokyo, Sydney, dan banyak lagi.
SumbaSebaliknya, hanya dapat dicapai melalui penerbangan domestik dari Bali atau Jakarta (ke bandara Tambolaka atau Waingapu), dengan hanya 1–2 penerbangan setiap hari.
Dakwaan: Dalam hal aksesibilitas, Bali jauh lebih majuBagi wisatawan premium dan nomaden digital, perjalanan yang lancar adalah hal yang tak terelakkan.
2. Infrastruktur: Kenyamanan vs. Potensi yang Muncul
Bali memiliki infrastruktur yang andal:
- Internet berkecepatan tinggi di zona utama (fiber dan 5G di Canggu)
- Sekolah internasional, rumah sakit modern
- Layanan concierge, keamanan pribadi, tim kebersihan dan pemeliharaan
SumbaSementara itu, fasilitasnya kurang memadai. Meskipun jalan-jalan utama cukup baik, jaringan listrik, air, dan seluler masih belum merata di luar area resor.
Dakwaan: Pelancong modern dilayani dengan lebih baik di Bali.
3. Pasar Properti: Daya Tarik vs. Profitabilitas Langsung
Bali: Pasar yang Matang Namun Menguntungkan
- Permintaan sewa jangka pendek yang tinggi (Airbnb, Booking)
- Hasil bersih sekitar 8–12% per tahun, tergantung pada manajemen dan lokasi
- Penjualan kembali lebih mudah berkat permintaan ekspatriat dan investor yang kuat
Sumba: Daya Tarik Eksotis… Dengan Risiko
- Harga properti lebih murah (30 hingga 70% lebih murah dari Bali)
- Tapi… sebuah tidak cair pasar, sedikit perbandingan, ketidakpastian hukum lebih tinggi
- Profitabilitas sewa sulit diperkirakan karena volume rendah
Dakwaan: Sumba itu menarik tetapi spekulatif. Bali tetap menjadi pilihan yang pragmatis.
4. Manajemen Properti: Profesional vs. DIY
Di dalam Bali, pemain tepercaya seperti Gravity Bali menawarkan:
- Manajemen persewaan kelas atas
- Pemasaran digital internasional
- Hubungan tamu multibahasa
Di dalam Sumbamanajemen profesional adalah hampir tidak adaPemilik dibiarkan menangani semuanya sendiri atau mengandalkan tim lokal yang tidak terlatih.
🔗 Baca juga: Mengapa Mempercayakan Manajemen Penyewaan Villa Anda kepada Gravity Bali?
Dakwaan: Bagi investor non-residen, Bali menyediakan struktur dan keandalan.
5. Pariwisata: Volume, Profil Pengunjung & ROI
Bali: Basis Pariwisata yang Kuat
- Lebih dari 5,5 juta pengunjung internasional per tahun (sebelum Covid), dengan pemulihan 75% pada tahun 2024
- Pariwisata yang beragam: backpacker, keluarga, kemewahan, kesehatan, nomaden digital
- Musim ramai selama Natal, musim panas, dan festival Bali
Sumba: Destinasi Khusus
- Kurang dari 150.000 wisatawan setiap tahunnya
- Sebagian besar tamu resor mewah (misalnya, Nihi Sumba)
- Tidak ada pariwisata massal (keuntungan, tetapi juga batasan komersial)
Dakwaan: Sumba punya pesona, Tetapi Bali memberikan permintaan yang stabil dan bervolume tinggi.
6. Keberlanjutan: Citra Etis vs. Realitas Operasional
Sumba: Narasi Ekologi
- Kisah merek dibangun di sekitar alam yang masih asli, budaya Marapu, dan kuda liar
- Potensi untuk pembangunan ramah lingkungan
Namun ada kendalanya: struktur kecil, tidak ada rantai pasokan pendek, dan sedikit penyedia layanan profesional.
Bali: Kedalaman dan Eksekusi
- Banyak proyek hijau (villa mandiri, material berkelanjutan, permakultur)
- Meningkatnya permintaan tamu terhadap kredensial ramah lingkungan
Baca juga: Vila Ramah Lingkungan di Bali: Trengginas atau Investasi Jangka Panjang?
Dakwaan: Sumba menjual mimpi, Bali mewujudkannya.
7. Risiko Hukum & Lahan: Sumba Masih Liar
Di dalam Bali:
- Sistem sewa guna usaha (sewa 25–30 tahun) terstruktur dengan baik
- Notaris, agen, dan pengacara spesialis tersedia
- Peta zonasi dapat diandalkan dan terkini
Di dalam Sumba:
- Kawasan lindung yang ambigu, konflik lahan yang belum terselesaikan
- Dokumentasi terbatas, risiko lebih tinggi perselisihan lokal
- Aturan kepemilikan tanah asing sebagian besar belum teruji
Baca juga: Cara Menghindari Penipuan Properti di Bali
Dakwaan: Sumba masih menjadi pertaruhan hukumBali menginspirasi kepercayaan.
8. Waktu: Berinvestasi Sekarang, Tapi Di Mana?
- Sumba mungkin akan menjadi “Bali baru” dalam 15–20 tahun—jika pemerintah berinvestasi besar-besaran.
- Bali sudah matang, menguntungkan, dan tumbuh cepat (2025–2030) dalam pariwisata kelas atas, layanan digital, dan kesehatan.
🔗 Baca juga: Bali 2025: Mengapa Sekarang Saat yang Tepat untuk Berinvestasi di Properti Mewah
9. Kesimpulan: Mimpi vs. Stabilitas
Kriteria | Bali ✅ | Sumba ❌ |
Akses Internasional | Bagus sekali | Terbatas |
Infrastruktur | Dapat diandalkan | Berkembang |
Hasil Sewa | Tinggi & Terbukti | Tidak pasti |
Keamanan Hukum | Tersusun | Berisiko |
Permintaan Wisatawan | Tinggi & Beragam | Ceruk & Musiman |
Manajemen Properti | Profesional | Sebagian Besar Tidak Hadir |
Peluang Penjualan Kembali | Lebih mudah | Rumit |